Jumat, 22 April 2011

LIBERALISME


By : Tim Dunne
Liberalisme adalah alternatif historis terhadap realisme yang merupakan teori dominan dalam studi Hubungan Internasional. Liberalisme memiliki gagasan-gagasan yang bertentangan dengan realisme. Kaum liberal berargumen bahwa power politics merupakan hasil pemikiran atau gagasan, sedangkan gagasan itu sendiri dapat diubah. Salah satu ciri dari liberalisme adalah kepercayaan bahwa kemajuan atau progress dapat dicapai.
Pemikiran liberal telah mempengaruhi para pembuat kebijakan dalam hubungan internasional, terutama pada interwar period di mana kaum liberal percaya bahwa perang bukanlah solusi untuk menyelesaikan perselisihan di antara negara-negara.
Liberalisme adalah sebuah ideologi yang memusatkan perhatian pada kebebasan individual. Kaum liberal memandang pembentukan negara sebagai langkah untuk melindungi kebebasan individu, baik dari ancaman individu lain maupun dari ancaman ”negara” itu sendiri. Menurut mereka, negara harus bertindak sebagai pelaksana keinginan kolektif atau collective will penduduknya, bukannya keinginan negara itu sendiri seperti yang dikemukakan oleh kaum realis. Institusi-institusi demokratis adalah instrumen untuk menjamin terlaksananya hal ini.
Seperti halnya realisme, liberalisme  bukanlah sebuah teori tunggal yang koheren. Kaum liberal memiliki jawaban yang berbeda-beda mengenai hal-hal seputar hubungan internasional, misalnya mengapa perang terjadi, apakah yang menyebabkan perang, imperialisme, balance of power, atau rezim yang tidak demokratis? Kaum liberal juga berbeda pendapat mengenai tujuan dari politik dunia, apakah perdamaian atau ketertiban. Lebih jauh lagi, mereka berbeda pendapat mengenai cara untuk mencapai tujuan politik dunia tersebut, yaitu apakah melalui collective security, perdagangan, atau melalui pemerintahan dunia. Pada akhirnya, pandangan kaum liberal terbagi-bagi mengenai  bagaimana negara-negara liberal harus menanggapi negara-negara non-liberal, apakah mereka harus menaklukan, mengubah, atau membiarkan negara-negara tersebut.
Di bawah ini adalah tabel yang menunjukan perbedaan dalam liberalisme mengenai penyebab konflik dan determinan perdamaian, terutama jika dilihat dari level analisisnya.

Gambaran liberalisme
Tokoh dan periode
Penyebab konflik
Determinan perdamaian
Gambaran pertama
(human nature/sifat dasar manusia)
Richard Cobden
(pertengahan abad ke-19)
Secara domestik, intervensi dari pemerintah,
Secara internasional, mengganggu ketertiban alami
atau natural order.
Kebebasan individual, perdagangan bebas, interdependensi, kemakmuran
Gambaran kedua
(negara)
Woodrow Wilson
(awal abad ke-20)
Sifat politik internasional yang tidak demokratis, terutama kebijakan luar negeri dan balance of power.
Kebebasan untuk menentukan nasib sendiri atau national self-determination, pemerintahan yang terbuka dan responsif terhadap opini publik, collective security
Gambaran ketiga
(struktur sistem)
J.A. Hobson
(awal abad ke-20)
Sistem balance of power
Pemerintahan dunia dengan kekuasaan untuk menengahi dan menjalankan keputusan.

VARIASI DALAM LIBERALISME

Salah satu cara untuk memahami hubungan antara otonomi dan integrasi dalam liberalisme adalah melalui pendekatan historis yang menyediakan penjelasan yang terperinci mengenai konteks sejarah. Metode alternatif yang digunakan oleh buku ini adalah pendekatan tematis, yaitu melalui dasar pemikiran yang melandasi setiap varian dari liberalisme.

Liberal Internasionalisme

Merupakan cabang pemikiran liberal yang berpendapat bahwa ketertiban alami atau natural order telah dirusak oleh para pemimpin negara yang tidak demokratis dan kebijakan-kebijakan kuno seperti balance of power. Kaum liberal internasionalis percaya bahwa kontrak di antara masyarakat-masyarakat di dunia, melalui perdagangan dan perjalanan, akan memfasilitasi bentuk hubungan internasional yang lebih damai.
Para pemikir utama liberal internasionalisme pada masa pencerahan adalah Immanuel Kant dan Jeremy Bentham. Bagi Kant, perdamaian yang berkelanjutan atau perpetual peace dapat diwujudkan melalui transformasi kesadaran individu, konstitusi republik, dan kontrak federal di antara negara-negara untuk menghentikan perang selama-lamanya. Jeremy Bentham mengusulkan perluasan kontrak sosial dari masyarakat di dalam negara menuju lingkup internasional di antara negara-negara.
Tidak seperti kaum idealis pada interwar period, kaum liberal internasionalis percaya bahwa masyarakat internasional yang mematuhi hukum dapat diwujudkan tanpa melalui pemerintahan dunia. Kaum liberal internasionalis mempercayai keberadaan ketertiban alami atau natural order. Tokoh lain liberal internasionalisme adalah Richard Cobden.
Berbeda dengan kaum liberal internasionalis, kaum idealis tidak mengandalkan ketertiban alami untuk mewujudkan perdamaian. Sebaliknya, mereka berpendapat bahwa ketertiban internasional harus dikonstruksi dan dikelola oleh organisasi internasional. Hal inilah yang menandakan pergeseran dari liberal internasionalisme menuju idealisme.

Idealisme
Idealisme percaya bahwa ketertiban internasional tidak dapat terjadi dengan sendirinya, melainkan harus dikonstruksi. Seperti halnya liberal internasionalisme, munculnya idealisme di awal tahun 1900 didorong oleh keinginan untuk mencegah perang. Namun, mereka ragu bahwa prinsip ekonomi laissez faire dapat menghasilkan perdamaian. Mereka juga menyangkal hubungan antara interdependensi dengan perdamaian.
Salah satu tokoh idealisme adalah J. A. Hobson. Ia berargumen bahwa sumber dari konflik internasional adalah imperialisme. Woodrow Wilson adalah tokoh paling terkenal yang menyarankan kewenangan internasional untuk mengelola hubungan internasional.  Menurutnya, perdamaian hanya dapat diwujudkan dan dipertahankan melalui pembentukan institusi internasional untuk mengatur anarki internasional.
Perwujudan dari kewenangan internasional yang disarankan oleh Woodrow Wilson dalam pidatonya, fourteen points speech, adalah pembentukan Liga Bangsa-Bangsa. Hal pokok dari sistem Liga Bangsa-Bangsa adalah collective security, yaitu suatu pengaturan di mana setiap negara dalam suatu sistem menganggap isu keamanan sebagai permasalahan bersama dan setuju untuk melakukan tanggapan kolektif terhadap agresi (Roberts and Kingsburry, 1993:30). Hal ini dapat dibandingkan dengan sistem aliansi di mana sejumlah negara bergabung, biasanya sebagai tanggapan terhadap ancaman eksternal yang bersifat spesifik (dikenal juga dengan sebutan pertahanan kolektif / collective defence). Fokus lain dari idealisme adalah pendidikan. Studi Hubungan Internasional didirikan pada tahun 1919 untuk pertama kali di Aberystwyth dengan tujuan utama untuk mencegah terjadinya perang.
Idealisme merupakan pendekatan normatif terhadap hubungan internasional, yaitu, kepercayaan bahwa studi Hubungan Internasional haruslah berdasarkan apa yang seharusnya (as ougt to be), bukan apa yang sesungguhnya terjadi (as it is). Hal ini merupakan pembeda antara idealisme dan liberal institusionalisme.

Liberal Institusionalisme
Pada tahun 1940, kaum liberal institusionalis berpaling pada institusi-institusi  internasional untuk melaksanakan fungsi-fungsi yang tidak dapat dilakukan oleh negara. Inti dari liberal institusionalisme adalah kepercayaan pada kerja sama transnasional. Menurut kaum liberal institusionalis, yang disebut juga kaum pluralis, politik dunia bukanlah arena eksklusif milik negara. Mereka menekankan aktor-aktor lain selain negara yang disebut juga aktor-aktor transnasional (transnational corporations, non-governmental organizations) serta pola-pola interaksi baru seperti integrasi dan interdependensi.

TANGGAPAN LIBERAL TERHADAP GLOBALISASI


Neo-liberal Internasionalisme

Salah satu gagasan besar dalam teori dan praktik hubungan internasional di tahun 90-an adalah democratic peace thesis. Hal terpenting dari tesis ini adalah pernyataan bahwa negara-negara liberal tidak berperang satu sama lain.
Agenda penelitian neo-liberal internasionalisme didominasi oleh perdebatan mengenai negara-negara liberal: sejauh mana zona perdamaian liberal, mengapa hubungan-hubungan di dalamnya bersifat damai, dan pola hubungan yang bagaimanakah yang dapat berlangsung di antara negara-negara liberal dan rezim yang otoriter. Di era pasca-Perang Dingin, kaum neo-liberal internasionalis mendukung upaya Barat (terutama Amerika) untuk menggunakan kebijakan luar negeri dalam menekan negara-negara otoriter agar menjadi liberal.

Neo-idealisme

Kaum neo-idealis menanggapi globalisasi dengan menyarankan demokratisasi terhadap struktur domestik, institusi internasional, dan politik global. Mereka percaya bahwa perdamaian dan keadilan bukanlah kondisi alami, melainkan hasil yang sengaja dibentuk.
Kaum neo-idealis juga menekankan demokratisasi dari bawah, yaitu dari masyarakat sipil global. Neo-idealisme radikal merupakan kritik atas liberalisme mainstream yang menyarankan demokratisasi dari atas yang mengesampingkan kemungkinan untuk mengadakan perubahan dari bawah melalui praktik-praktik masyarakat sipil global.

Neo-liberal institusionalisme
Merupakan liberalisme kontemporer yang paling konvensional. Program penelitian pokok dari neo-liberal jenis ini adalah bagaimana cara untuk mengawali dan mempertahankan kerja sama dalam kondisi yang anarkis. Tugas ini difasilitasi oleh pembentukan rezim-rezim. Neo-liberal institusionalis berbagi asumsi yang sama dengan kaum realis, yaitu negara merupakan aktor yang paling signifikan, dan lingkungan internasional bersifat anarkis.
Berikut merupakan prinsip inti dari neo-liberal institusionalisme:
  • Aktor: kaum liberal institusionalis menganggap negara adalah perwakilan masyarakat yang legitimate. Meskipun menekankan pentingnya aktor-aktor non-negara, Robert Keohane, mengenai neo-liberal institusionalisme, mengakui bahwa aktor-aktor non-negara tersebut berada di bawah negara.
  • Struktur: kaum liberal secara garis besar mengakui anarki internasional. Akan tetapi, mereka berpendapat bahwa kerja sama dapat dilaksanakan, bahkan dalam kondisi ini. Kerja sama dalam lingkungan yang anarkis diperlihatkan oleh keberadaan rezim-rezim internasional. Rezim dan institusi-institusi internasional dapat mengurangi keadaan yang anarkis.
  • Proses: integrasi pada level regional dan internasional meningkat. Arah Uni Eropa di masa depan merupakan ujian yang penting bagi neo-liberal institusionalisme.
  • Motivasi: negara-negara akan memasuki hubungan kerja sama dengan negara lain, bahkan jika negara lain akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Dengan kata lain, keuntungan absolut lebih penting daripada keuntungan relatif.

KONSEP- KONSEP KUNCI LIBERALISME

  • Collective Security: Sebuah pengaturan di mana setiap negara dalam sistem menerima isu keamanan suatu negara sebagai permasalahan bersama dan setuju untuk bergabung dalam respon kolektif terhadap suatu agresi (Roberts and Kingsburry, 1993:30).
  • Conditionality: Suatu cara di mana negara-negara atau institusi-institusi internasional memaksakan persyaratan-persyaratan terhadap negara-negara berkembang yang ingin mendapatkan distribusi keuntungan ekonomi.
  • Model demokrasi kosmopolitan: Diasosiasikan dengan David Held dan tokoh neo-idealis lainnya. Sebuah model demokrasi kosmopolitan membutuhkan hal-hal sebagai berikut: pembentukan parlemen regional dan perluasan kewenangan dari badan-badan supranasional yang telah ada (seperti Uni Eropa), konvensi-konvensi HAM harus ditetapkan dalam parlemen nasional dan diawasi oleh Pengadilan Internasional mengenai HAM, serta Perserikatan Bangsa-Bangsa harus digantikan dengan parlemen global yang demokratis dan akuntabel.
  • Democratic peace: Pemikiran pokok dari liberal internasionalis, democratic peace thesis menyatakan bahwa perang telah menjadi sesuatu yang tidak terpikirkan di antara negara-negara liberal.
  • Democracy promotion: Strategi yang diadopsi oleh negara-negara dan institusi–institusi Barat terkemuka, terutama Amerika Serikat, untuk menggunakan instrumen-instrumen kebijakan ekonomi dan luar negeri untuk menyebarluaskan nilai-nilai liberal. Para pendukungnya membuat hubungan yang eksplisit antara efek-efek demokratisasi dan pasar terbuka.
  • Pencerahan: Dihubungkan dengan para pemikir rasionalis pada abad ke-18. Gagasan-gagasan kuncinya mencakup sekularisme, kemajuan, nalar, ilmu pengetahuan, dan kebebasan. Moto dari Pencerahan adalah ‘Sapere aude!’ atau beranilah untuk menggunakan pemahamanmu sendiri. (Reiss, 1991:54).
  • Idealisme: Kaum idealis berusaha untuk mengaplikasikan pemikiran liberal yang terdapat dalam politik domestik dan melembagakan the rule of law ke di dalam hubungan internasional. Penalaran ini disebut juga analogi domestik. Menurut kaum idealis di awal abad ke-20, terdapat dua syarat mendasar untuk terciptanya ketertiban dunia yang baru. Yang pertama adalah: para pemimpin, kaum intelektual, dan opini publik harus percaya bahwa kemajuan adalah sesuatu yang mungkin untuk dicapai. Yang kedua, organisasi internasional harus dibentuk untuk memfasilitasi perubahan yang damai, perlucutan senjata, arbitrasi, dan bila perlu, pengerahan kekuatan. Liga Bangsa-Bangsa dibentuk pada tahun 1920, namun sistem collective security-nya gagal dalam menghindarkan perang.
  • Integrasi: Proses bersatunya negara-negara menjadi semakin dekat satu sama lain dalam konteks regional atau internasional. Proses ini seringkali berawal dari kerja sama untuk mengatasi permasalahan teknis, dirujuk oleh Mitrany sebagai proses ramifikasi.
  • Interdependensi: Sebuah kondisi di mana negara atau masyarakat dipengaruhi oleh keputusan-keputusan yang diambil oleh pihak lain. Interdependensi dapat bersifat simetris, di mana dampak yang dirasakan aktor-aktornya setara, atau asimetris jika dampaknya bervariasi di antara aktor-aktor yang mengalaminya.
  • Normatif: Kepercayaan bahwa teori-teori harus didasarkan pada apa yang seharusnya dan bukan apa yang sebenarnya terjadi. Pembentukan norma mengacu pada penetapan standar dalam hubungan internasional yang harus dipenuhi oleh pemerintah dan aktor-aktor lainnya.
  • Pluralisme: Digunakan untuk menandai teori-teori Hubungan Internasional yang menolak pandangan realis mengenai keutamaan dan koherensi negara sebagai aktor.
  • Pemerintahan Dunia: Secara khusus dihubungkan dengan kaum idealis yang percaya bahwa perdamaian tidak akan dapat dicapai dalam dunia yang terpisah-pisah ke dalam negara-negara berdaulat. Seperti halnya keadaan dalam masyarakat sipil yang diatasi oleh keberadaan pemerintah, the state of war dalam masyarakat internasional harus diakhiri dengan pembentukan pemerintahan dunia.
KRISIS DALAM LIBERALISME
Secara garis besar, krisis dalam liberalisme diakibatkan oleh dua hal berikut: (1) liberalisme tidak memiliki suara tunggal, melainkan berbeda-beda dalam mempertahankan posisi tertentu, dan (2) liberalisme terikat oleh pandangan Pencerahan mengenai dunia yang semakin terdiskreditkan. Tidak seperti harapan liberal internasionalis, penerapan nalar dan ilmu pengetahuan dalam politik tidak menyatukan komunitas-komunitas yang ada, melainkan membagi-baginya.
Pertanyaan kunci bagi liberalisme di awal abad ini adalah apakah ia dapat menemukan dirinya kembali sebagai gagasan politik non-Barat dan non-universalizing yang melindungi nilai liberal tradisional mengenai solidaritas umat manusia tanpa menghancurkan keragaman kultural.

LIBERALISME

By : Robert Jackson and Georg SÆrensen

Asumsi-asumsi dasar liberalisme adalah:
  • Pandangan positif mengenai sifat dasar manusia
  • Keyakinan bahwa hubungan internasional bersifat kooperatif dan bukan konfliktual
  • Percaya akan kemajuan / progress
Tradisi liberal dalam Hubungan Internasional berhubungan erat dengan terbentuknya negara liberal modern. Modernitas menghasilkan kehidupan yang baru dan lebih baik, bebas dari pemerintahan yang otoriter dan dengan level kesejahteraan material yang lebih tinggi.
Kaum liberal secara umum memandang sifat dasar manusia secara positif. Mereka memiliki keyakinan terhadap penalaran manusia dan beranggapan kuat bahwa prinsip-prinsip rasional dapat diterapkan dalam permasalahan-permasalahan internasional. Kaum liberal sepakat bahwa dalam jangka panjang, kerja sama yang didasarkan pada kepentingan bersama akan berlangsung.
Asumsi lain liberalisme adalah kepercayaan akan kemajuan. Kaum liberal berbeda pendapat mengenai sejauh mana kemajuan tersebut dapat dilaksanakan, batasan-batasan terhadap kemajuan, dan siapa yang mendapat hasil dari kemajuan tersebut.
Perhatian utama kaum liberal adalah kebahagiaan dan kepuasan manusia sebagai individu. Mereka memandang negara sebagai entitas konstitusional yang menjalankan hukum dan menghormati hak-hak penduduk: hak hidup, kebebasan, dan hak milik.
Jeremy Bentham, seorang filosof Inggris abad ke-18, berargumen bahwa negara-negara liberal akan berhubungan dengan sesama negara liberal menurut hukum internasional. Argumen tersebut dikembangkan lebih jauh oleh Immanuel Kant, seorang filosof Jerman, yang berpendapat bahwa negara-negara konstitusional yang disebutnya ‘Republik’ akan menghasilkan perpetual peace atau perdamaian yang berlangsung terus menerus di dunia.
Sebagai ringkasan, pemikiran liberal berhubungan erat dengan munculnya negara konstitusional modern, kaum liberal berargumen bahwa modernisasi adalah proses yang melibatkan kemajuan di hampir segala aspek kehidupan, proses modernisasi memperluas ruang lingkup kerja sama melewati batasan-batasan internasional, serta manusia memiliki nalar dan penerapannya dalam permasalahan-permasalahan internasional akan menghasilkan kerja sama.

Liberalisme Klasik

Fokus: kebebasan, kerja sama, perdamaian, kemajuan

Para pemikir awal
Locke (1632-1704)                             Bentham (1748-1832)                       Kant (1724-1804)
Negara konstitusional                         Hukum Internasional                         Kemajuan dan Perpetual
dan toleransi                                         dan reciprocity                                Peace



                            Proses modernisasi:  pembentukan negara-negara modern

 

Macam-Macam Liberalisme


Kritik Neorealis terhadap Liberalisme
Perdebatan antara idealis liberalisme dan pesimis realisme berlangsung hingga saat ini. Perdebatan ini membagi liberalisme menjadi weak liberalism yang telah bergeser semakin dekat dengan realisme, dan strong liberalism yang terus mendukung pandangan liberal yang berbeda mengenai politik dunia.
Kritik dari kaum realis terhadap liberalisme antara lain menyangkut sifat dasar manusia atau human nature. Kaum realis beranggapan bahwa kaum liberal telah salah memahami politik dunia karena terlalu menganggap baik sifat dasar manusia. Akan tetapi, persoalan human nature ini tidak lagi menjadi perdebatan utama di antara kaum neorealis dan liberalis, khususnya kaum neo-liberal.
Perdebatan selanjutnya adalah pandangan mengenai sejarah. Kaum realis memiliki pandangan non-progresif mengenai sejarah, sedangkan kaum liberalis berpendapat sebaliknya; terdapat potensi progresif dalam sejarah. Menurut kaum realis, interdependensi yang dikemukakan oleh kaum liberal telah ada sejak lama dan terbukti tidak mampu menghindarkan terjadinya konflik dan perang.
Kritik neorealis selanjutnya adalah mengenai peran institusi internasional. Menurut kaum realis, institusi internasional hanyalah perpanjangan tangan dari negara-negara yang beroperasi berdasarkan kepentingan pribadi mereka. Institusi internasional tidak memiliki peran yang terpisah dari kepentingan negara-negara.
Pada akhirnya, kaum neorealis mengkritik liberalisme republikan dengan menyatakan bahwa negara-negara demokratis selalu dapat berubah menjadi negara otoriter atau non-demokratis. Lebih jauh lagi, negara-negara yang pada saat ini merupakan teman selalu dapat berubah menjadi musuh di masa yang akan datang.
Benang merah yang menghubungkan kritik-kritik realis terhadap liberalisme adalah keadaan anarki politik internasional yang tidak dapat dihilangkan. Selama anarki berlangsung, negara-negara tidak akan dapat melepaskan diri dari self-help dan security dilemma. Optimisme kaum liberal tidak memiliki jaminan.
Weak Liberalism
Reaksi liberal terhadap kritik-kritik kaum realis terbagi menjadi dua bagian. Weak liberalism menerima beberapa asumsi realis yang mencakup negara sebagai aktor utama dan keadaan anarki, sedangkan strong liberalism mempertahankan argumen mereka bahwa dunia sedang mengalami perubahan yang mendasar menuju keadaan yang diharapkan oleh kaum liberal.
Contoh strong liberalism antara lain Robert Keohane dan Joseph Nye yang dalam karyanya mengemukakan argumen bahwa politik dunia tengah berubah secara dramatis dari sistem negara-negara menjadi sistem politik transnasional. Akan tetapi, pada perkembangan selanjutnya, tokoh-tokoh liberal tersebut menerima asumsi-asumsi realis dalam hal keutamaan negara dan keadaan anarki internasional. Mereka hanya menambahkan argumen bahwa institusi-institusi internasional dan interdependensi dapat meningkatkan kerja sama di antara negara-negara.
Kritik dari neorealis yang menekankan kecenderungan negara-negara untuk mengutamakan keuntungan relatif daripada keuntungan absolut ditanggapi dengan penekanan pada kepentingan bersama di antara negara-negara. Untuk dapat bekerja sama, negara-negara harus memiliki kepentingan bersama atau common interests. Liberalisme yang lebih moderat ini telah bergerak semakin dekat pada neorealisme.
Strong Liberalism
Serangan balik dari strong liberalism terhadap kritik neorealis didasarkan pada argumen bahwa kaum realis telah melewatkan banyak hal dalam tesisnya mengenai politik internasional yang ditandai dengan pandangan non-progresif mengenai sejarah dan keadaan anarki. Kaum liberal mempertahankan argumen bahwa banyak perubahan kualitatif yang telah terjadi di dunia, antara lain meningkatnya interdependensi dan globalisasi ekonomi. Tokoh-tokoh strong liberal mencakup Rosenau, Doyle, Deutsch, Burton, Rosecrance, Zurn, dan Russett.
Kaum strong liberals menanggapi kritik neorealis mengenai keberadaan anarki dengan mengemukakan argumen bahwa anarki tidak berarti sama sekali tidak ada kewenangan yang terlegitimasi dan efektif dalam politik internasional. Terdapat juga anarki yang positif, yang melibatkan perdamaian dan keamanan di antara negara-negara demokratis-liberal.
Agenda Penelitian Masa Kini
Liberalisme harus dapat menjelaskan secara lebih rinci mengenai bagaimana demokrasi dapat mengarah pada perdamaian, dan dalam memahami sejauh mana demokrasi dapat dikonsolidasi untuk mencapai democratic peace. Kaum liberal pun perlu menyusun pengetahuan yang lebih mendalam mengenai institusi-institusi internasional, pembentukan organisasi-organisasi internasional baru dan perubahan-perubahan yang terjadi dalam organisasi-organisasi internasional lama, juga mengenai meningkatnya aktivitas transnasional, secara garis besar, perubahan-perubahan yang sedang terjadi dalam hubungan internasional.

LIBERALISM
By : Jill Steans and Lloyd Pettiford

Pemikiran liberal memiliki tradisi intelektual yang panjang, salah satunya adalah pemikiran Immanuel Kant yang disebut juga pemikiran Kantian. Kant menyatakan bahwa untuk mencapai perpetual peace atau perdamaian yang berkelanjutan, negara-negara (republik) harus membentuk suatu federasi yang mengikat hubungan antarnegara dalam suatu rule of law. Idealisme mendominasi studi akademik Hubungan Internasional pada masa antara Perang Dunia I dan II, namun ‘hancur’ dengan terjadinya Perang Dunia II. Pada tahun 1970, liberal pluralisme bangkit kembali untuk menandingi dominasi realisme.
Kaum liberal menekankan meningkatnya interdependensi dan peran aktor-aktor non-negara dalam hubungan internasional. Kaum liberal telah memberikan kontribusi penting dalam studi Hubungan Internasional mengenai ketertiban internasional, institusi internasional, HAM, keadilan, dan studi perdamaian.
Poin-poin utama mengenai pandangan liberal terhadap dunia adalah sebagai berikut:
  1. Rasionalitas adalah karakteristik universal yang mendefinisikan umat manusia
  2. Secara rasional, orang-orang mengejar kepentingan pribadi mereka, namun terdapat potensi keharmonisan dalam kepentingan-kepentingan mereka
  3. Kerja sama merupakan ciri sentral dalam hubungan manusia, termasuk dalam hubungan internasional
  4. Pemerintahan diperlukan, namun pemusatan kekuasaan adalah sesuatu yang buruk
  5. Kebebasan individual adalah tujuan politik utama
Secara sederhana, asal mula liberalisme dapat dibagi menjadi dua, yaitu dalam bidang politik dan ekonomi. Dalam bidang ekonomi, pemikiran liberal sering dihubungkan dengan Adam Smith dan David Ricardo yang menekankan kekuatan pasar dan menginginkan minimalisasi keterlibatan pemerintah, serta John Maynard Keynes yang lebih menyarankan intervensi pemerintah terhadap ekonomi, yang kemudian setelah berakhirnya Perang Dunia Kedua menginspirasi terbentuknya Bretton Woods System.
Dalam politik pun pemikiran liberal bervariasi, namun secara garis besar kaum liberal menyarankan pemerintahan yang representatif berdasarkan prinsip-prinsip demokratis. Kaum liberal pun mengemukakan pentingnya pemisahan kekuasaan yang menjadi dasar bagi politik pluralisme. Kaum liberal percaya bahwa kemampuan manusia untuk menggunakan penalaran dan memahami prinsip-prinsip moral adalah sesuatu yang universal. Hal ini mengarah pada perhatian kaum liberal terhadap hak asasi manusia yang universal.
Terdapat berbagai variasi penerapan pemikiran liberal dalam hubungan internasional, antara lain liberal pluralisme, masyarakat dunia, interdependensi, neo-liberal institusionalisme, serta fungsionalisme dan idealisme.
Asumsi-Asumsi Liberalisme

TEMA-TEMA LIBERALISME
Perdamaian dan Keamanan
Kaum liberal percaya bahwa hubungan yang didasarkan pada power politics dapat diubah menjadi hubungan yang didasarkan pada norma-norma dasar, prinsip-prinsip moral, dan hukum. Kaum liberal berpendapat bahwa perdamaian bukanlah hanya keadaan di mana tidak ada perang, namun suatu keadaan di mana orang-orang atau negara tidak memiliki kepentingan untuk berperang. Kaum liberal mempercayai keberadaan harmony of interests, namun juga menekankan perlunya institusi internasional untuk mempertahankan perdamaian.
Negara dan Kekuasaan
Liberalisme mengakui kedaulatan negara seperti halnya realisme, namun kaum liberal memandang negara sebagai ‘necessarily evil’. Akan tetapi, negara dapat menyediakan kerangka legal dan politis bagi penduduknya untuk menjalani hidup mereka tanpa ancaman dari individu lain.
Kaum liberal menekankan pentingnya pemisahan kekuasaan yang kemudian mengarah pada konsep pluralisme. Kaum liberal menyangkal pernyataan bahwa negara bertindak hanya atas kepentingan satu pihak, melainkan memandang negara sebagai badan yang otonom dan tidak memihak. Kaum liberal juga mengadakan pemisahan antara negara dan masyarakat sipil di mana terdapat interaksi di antara keduanya.
Konsep pluralisme juga digunakan untuk menggambarkan distribusi kekuasaan di antara serangkaian aktor dalam hubungan internasional. Kaum liberal berargumen bahwa negara adalah aktor yang penting dalam hubungan internasional, namun bukanlah satu-satunya aktor yang berpengaruh.
Kaum pluralis menentang realisme dalam empat hal: (1) kekuatan militer bukan lagi alat yang efektif dan bukan lagi indikator yang dapat diandalkan untuk mengukur kekuasaan suatu negara dalam politik dunia, (2) realisme mengabaikan kekuasaan yang dimiliki oleh aktor-aktor non-negara, (3) kaum realis menutup mata terhadap kerja sama antarnegara dan di antara aktor-aktor lainnya, dan (4) kekuasaan yang dimiliki oleh seorang aktor dapat berubah dari waktu ke waktu dan harus mempertimbangkan bidang-bidang kekuasaan tersebut.
Institusi dan Ketertiban Dunia
Fungsionalisme mengemukakan argumen bahwa interaksi antarnegara menciptakan berbagai permasalahan yang harus diselesaikan melalui kerja sama, misalnya dalam bidang telekomunikasi. Kaum fungsionalis menyatakan bahwa integrasi diperlukan karena negara-negara tidak dapat mengatasi dampak dari modernisasi. Institusi-institusi internasional diperlukan untuk mengatasi hal-hal yang tidak dapat dilakukan oleh negara. Interaksi fungsional tersebut akan meningkatkan kemungkinan terwujudnya perdamaian. Salah satu contoh yang mendukung teori fungsionalis ini adalah perkembangan Uni Eropa.
Bagi kaum liberal, kerja sama mungkin untuk dilakukan antara lain karena ilmu pengetahuan, teknologi, dan perekonomian abad ke-21 telah menghasilkan interdependensi di antara negara-negara dan aktor-aktor lain, seperti non-governmental organizations, transnational corporations, dan institusi-institusi internasional.


Identitas dan Komunitas
Kaum liberal pluralis mengemukakan komitmen terhadap sebuah masyarakat global dalam artian sistem negara-negara yang berdaulat digantikan oleh komunitas yang lebih inklusif. Beberapa komentator berargumen bahwa kompleks interdependensi telah menghasilkan penyebaran nilai-nilai universal, seperti hak asasi manusia dan demokrasi. Pertanyaannya adalah, atas dasar apakah demokrasi dianggap sebagai nilai yang bersifat universal? Begitu pula isu mengenai hak asasi manusia, hak asasi manusia tidak selalu ditanggapi seragam dalam kebudayaan yang berbeda-beda. Yang kita lihat sekarang adalah penyebarluasan nilai-nilai Barat yang dipaksakan pada komunitas dan kebudayaan non-Barat, bukan nilai-nilai universal.
Konflik dan Kekerasan
Kaum liberal berkomitmen untuk mewujudkan perdamaian, di antaranya melalui liberal peace theory dan anjuran-anjuran liberal lainnya untuk mewujudkan perdamaian dan keamanan. Kaum liberal juga memandang peran penting institusi internasional dalam  menengahi dan menyelesaikan konflik.

Kritik terhadap Liberalisme

Tidak ada komentar:

Posting Komentar