Sabtu, 23 April 2011

WORLD TRADE ORGANIZATION

  

World Trade Organization (WTO) atau Organisasi Perdagangan Dunia merupakan satu-satunya badan internasional yang secara khusus mengatur masalah perdagangan antar negara. Sistem perdagangan multilateral WTO diatur melalui suatu persetujuan yang berisi aturan-aturan dasar perdagangan internasional sebagai hasil perundingan yang telah ditandatangani oleh negara-negara anggota. Persetujuan tersebut merupakan kontrak antar negara-anggota yang mengikat pemerintah untuk mematuhinya dalam pelaksanaan kebijakan perdagangannya. Walaupun ditandatangani oleh pemerintah, tujuan utamanya adalah untuk membantu para produsen barang dan jasa, eksportir dan importir dalam kegiatan perdagangan. Indonesia merupakan salah satu negara pendiri WTO dan telah meratifikasi Persetujuan Pembentukan WTO melalui UU NO. 7/1994.
WTO secara resmi berdiri pada tanggal 1 Januari 1995 tetapi sistem perdagangan itu sendiri telah ada setengah abad yang lalu. Sejak tahun 1948, General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) - Persetujuan Umum mengenai Tarif dan Perdagangan telah membuat aturan-aturan untuk sistem ini. Sejak tahun 1948-1994 sistem GATT memuat peraturan-peraturan mengenai perdagangan dunia dan menghasilkan pertumbuhan perdagangan internasional tertinggi.
Pada awalnya GATT ditujukan untuk membentuk International Trade Organization (ITO), suatu badan khusus PBB yang merupakan bagian dari sistem Bretton Woods (IMF dan bank Dunia). Meskipun Piagam ITO akhirnya disetujui dalam UN Conference on Trade and Development di Havana pada bulan Maret 1948, proses ratifikasi oleh lembaga-lembaga legislatif negara tidak berjalan lancar. Tantangan paling serius berasal dari kongres Amerika Serikat, yang walaupun sebagai pencetus, AS tidak meratifikasi  Piagam Havana sehingga ITO secara efektif tidak dapat dilaksanakan. Meskipun demikian, GATT tetap merupakan instrument multilateral yang mengatur perdagangan internasional.
Hampir setengah abad teks legal GATT masih tetap sama sebagaimana pada tahun 1948 dengan beberapa penambahan diantaranya bentuk persetujuan “plurilateral” (disepakati oleh beberapa negara saja) dan upaya-upaya pengurangan tariff. Masalah-masalah perdagangan diselesaikan melalui serangkaian perundingan multilateral yang dikenal dengan nama “Putaran Perdagangan” (trade round), sebagai upaya untuk mendorong liberalisasi perdagangan internasional.
Putaran perundingan
Pada tahun-tahun awal, Putaran Perdagangan GATT mengkonsentrasikan negosiasi pada upaya pengurangan tariff.  Pada Putaran Kennedy (pertengahan tahun 1960-an) dibahas mengenai tariff dan Persetujuan Anti Dumping (Anti Dumping Agreement).
Putaran Tokyo (1973-1979) meneruskan upaya GATT mengurangi tariff secara progresif. Hasil yang diperoleh rata-rata mencakup sepertiga pemotongan dari bea impor/ekspor terhadap 9 negara industri utama, yang mengakibatkan tariff rata-rata atas produk industri turun menjadi 4,7%. Pengurangan tariff, yang berlangsung selama 8 tahun, mencakup unsur “harmonisasi” – yakni semakin tinggi tariff, semakin luas pemotongannya secara proporsional. Dalam isu lainnya, Putaran Tokyo gagal menyelesaikan masalah produk utama yang berkaitan dengan perdagangan produk pertanian dan penetapan persetujuan baru mengenai “safeguards” (emergency import measures). Meskipun demikian, serangkaian persetujuan mengenai hambatan non tariff telah muncul di berbagai perundingan, yang dalam beberapa kasus menginterpretasikan peraturan GATT yang sudah ada.
Selanjutnya adalah Putaran Uruguay (1986-1994) yang mengarah kepada pembentukan WTO. Putaran Uruguay memakan waktu 7,5 tahun. Putaran tersebut hampir mencakup semua bidang perdagangan. Pada saat itu putaran tersebut nampaknya akan berakhir dengan kegagalan. Tetapi pada akhirnya Putaran Uruguay membawa perubahan besar bagi sistem perdagangan dunia sejak diciptakannya GATT pada akhir Perang Dunia II. Meskipun mengalami kesulitan dalam permulaan pembahasan, Putaran Uruguay memberikan hasil yang nyata. Hanya dalam waktu 2 tahun, para peserta telah menyetujui suatu paket pemotongan atas bea masuk terhadap produk-produk tropis dari negara berkembang, penyelesaian sengketa, dan menyepakati agar para anggota memberikan laporan reguler mengenai kebijakan perdagangan. Hal ini merupakan langkah penting bagi peningkatan transparansi aturan perdagangan di seluruh dunia.
Hasil dari Putaran Uruguay berupa the Legal Text terdiri dari sekitar 60 persetujuan, lampiran (annexes), keputusan dan kesepakatan. Persetujuan-persetujuan dalam WTO mencakup barang, jasa, dan kekayaaan intelektual yang mengandung prinsip-prinsip utama liberalisasi.
Struktur dasar persetujuan WTO, meliputi:
Persetujuan-persetujuan di atas dan annexnya berhubungan antara lain dengan sektor-sektor  Pertanian, Sanitary and Phytosanitary/ SPS, Badan Pemantau Tekstil (Textiles and Clothing), Standar Produk, Tindakan investasi yang terkait dengan perdagangan (TRIMs), Tindakan anti-dumping, Penilaian Pabean (Customs Valuation Methods), Pemeriksaan sebelum pengapalan (Preshipment Inspection), Ketentuan asal barang (Rules of Origin), Lisensi Impor (Imports Licencing), Subsidi dan Tindakan Imbalan (Subsidies and Countervailing Measures), Tindakan Pengamanan (safeguards).
Untuk jasa (dalam Annex GATS):
Pergerakan tenaga kerja (movement of natural persons)

Prinsip-prinsip Sistem Perdagangan Multilateral
Dengan berdasarkan prinsip MFN, negara-negara anggota tidak dapat begitu saja mendiskriminasikan mitra-mitra dagangnya. Keinginan tarif impor yang diberikan pada produk suatu negara harus diberikan pula kepada produk impor dari mitra dagang negara anggota lainnya.
Negara anggota diwajibkan untuk memberikan perlakuan sama atas barang-barang impor dan lokal- paling tidak setelah barang impor memasuki pasar domestik.
Negara anggota diwajibkan untuk bersikap terbuka/transparan terhadap berbagai kebijakan perdagangannya sehingga memudahkan para pelaku usaha untuk melakukan kegiatan perdagangan.
STRUKTUR WTO
Badan tertinggi dalam struktur WTO adalah Ministerial Conference (MC)  yaitu pertemuan tingkat menteri perdagangan negara anggota WTO yang diadakan sekali dalam dua tahun. Ministerial Conference ini mempunyai wewenang untuk mengambil keputusan atas semua hal-hal yang dirundingkan ditingkat bawah dan menetapkan masalah-masalah yang akan dirundingkan dimasa mendatang.
Struktur dibawah Ministerial Conference adalah General Council (GC) yang membawahi 5 badan yaitu :

Disamping itu terdapat pula 4 Komite yang karena sifat dan subtansinya atau  pengawasannya berada dibawah Ministerial Conference  dan General Council  yaitu :
(1) Komite Trade and Environment;
(2) Komite Trade and Development;
(3) Komite Balance of Payments dan
(4) Komite Budget-Finance and Administration.

Sedangkan dibawah General Council terdapat pula dua buah Komite dan badan internasional yang menangani perjanjian-perjanjian yang sifatnya plurilateral yaitu
(1) Komite Trade in Civil Aircraft dan
(2)  Komite Government Procurement, International Dairy Council dan International Meat Council.

PRINSIP DASAR WTO
Terdapat 5 (lima) prinsip dasar  GATT/WTO yaitu :
Prinsip ini diatur dalam pasal I GATT 1994 yang mensyaratkan semua komitmEn yang dibuat atau ditandatangani dalam rangka  GATT-WHO harus diperlakukan secara sama  kepada semua negara anggota  WTO (azas non diskriminasi) tanpa syarat. Misalnya suatu negara tidak diperkenankan untuk menerapkan tingkat tarif yang berbeda kepada suatu negara dibandingkan dengan negara lainnya.

Prinsip ini diatur dalam pasal II GATT 1994 dimana setiap negara anggota GATT atau WTO harus memiliki daftar produk yang tingkat bea masuk atau tarifnya harus diikat (legally bound). Pengikatan atas tarif ini dimaksudkan  untuk menciptakan  “prediktabilitas” dalam urusan bisnis perdagangan internasional/ekspor. Artinya suatu negara anggota tidak diperkenankan untuk sewenang-wenang merubah atau menaikan tingkat tarif bea masuk.

Prinsip ini diatur dalam pasal III GATT 1994 yang mensyaratkan bahwa suatu negara tidak diperkenankan untuk memperlakukan secara diskriminasi antara produk impor dengan produk dalam negri (produk yang sama) dengan tujuan untuk melakukan proteksi. Jenis-jenis tindakan yang dilarang berdasarkan ketentuan ini antara lain, pungutan dalam negri, undang-undang, peraturan dan persyaratan yang mempengaruhi  penjualan, penawaran penjualan, pembelian, transportasi, distribusi atau penggunaan produk, pengaturan tentang jumlah yang mensyaratkan campuran, pemrosesan  atau penggunaan produk-produk dalam negeri.

Prinsip ini diatur dalam pasal XI dan mensyaratkan bahwa perlindungan atas industri dalam negri hanya diperkenankan melalui tarif.

 Untuk meningkatkan partisipasi nagara-negara berkembang dalam perundingan perdagangan internasional, S&D ditetapkan menjadi salah satu prinsip GATT/WTO. Sehingga semua persetujuan WTO memiliki ketentuan yang mengatur perlakuan khusus dan berbeda bagi negara berkembang. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan kemudahan-kemudahan bagi negara-negara berkembang anggota WTO untukmelaksanakan persetujuan WTO.

Keuntungan yang diperoleh dengan menandatangani WTO, khususnya bagi negara-negara berkembang
Dengan menandatangani dan meratifikasi WTO, tiap negara anggota mempunyai hak hukum untuk tidak diperlakukan secara diskriminasi  oleh anggota WTO lainnya baik perlakuan dibidang tarif, non tarif maupun  perlakuan secara nasional (national treatment). Disamping itu pula negara anggota WTO , khususnya negara berkembang berhak untuk memperjuangkan haknya, misalnya melalui penyelesaian sengketa WTO dan mempersalahkan kebijakan negara lain yang dianggap merugikan kepentingan negara-negara berkembang diberbagai forum relevan di WTO.
Berbagai persetujuan WTO dapat dipergunakan oleh negara-negara berkembang untuk melindungi kepentingan dalam negrinya  (pada umumnya industri dalam negeri) dari impor  yang terbukti mengandung unsur  “unfair”. Keuntungan lainnya yang penting adalah bahwa negara-negara berkembang ikut menentukan anggota perundingan perdagangan internasional dimasa mendatang yang selama ini sangat didominasi  negara maju. Hal ini tidak dimungkinkan apabila negara-negara berkembang tidak berada dalam  sistem WTO tersebut.

Agreement on Technical Barriers to Trade (TBT).
Technical barriers to trade adalah tindakan atau kebijakan suatu negara yang bersifat teknis yang dapat menghambat perdagangan internasional dimana penerapannya yang dilakukan sedemikian rupa sehingga menimbulkan suatu hambatan perdagangan. Dengan demikian, suatu negara yang akan mengenakan standar untuk memberikan perlindungan kepada manusia, binatang dan tumbuh-tumbuhan, negara tersebut harus memberikan penjelasan yang merupakan jaminan bahwa proteksi yang diberikan tersebut bukan untuk melakukan proteksi.Prosedur dan disiplin tentang conformity assessment menjadi diperluas dan lebih mengena kepada sasaran.
Dalam persetujuan ini terdapat dua istilah yang berbeda yaitu “technical regulation” dan “standard”. Istilah “technical regulation” mencakup standar yang sifatnya mandatory  atau wajib, sedangkan “standard” dipergunakan hanya untuk standar yang sifatnya sukarela (voluntary). Kedua istilah tersebut tetap mencangkup mengenai masalah sifat-sifat produk (product characteristic), methode proses dan produksi (process and production method-PPM) yang mempunyai pengaruh terhadap sifat suatu produk, terminologi dan simbol serta persyaratan packaging labelling yang diterapkan atas produk dimaksud.

Preshipment Inspection (PSI)
Preshipment inspection adalah praktek-praktek yang dilakukan oleh negara yang memakai jasa perusahaan swasta untuk memeriksa barang-barang secara teliti dan rinci sebelum dikapalkan. Hal-hal yang diteliti/diperiksa sebelum dikapalkan adalah seperti harga, jumlah dan kwalitas dari barang impor. Pada dasarnya tujuan dari Preshipment Inspection ini adalah untuk mengamankan kepentingan negara dibidang keuangan seperti pelarian modal, penipuan (commercial fraud, over and under invoicing) dan penghindaran bea masuk serta untuk membantu mengatasi permasalahan kepabeanan karena kekurang mampuan aparat bea cukai untuk melakukannya.
Untuk menghindari agar praktek PSI tidak menimbulkan proteksi maka negara-negara WTO mewajibkan PSI untuk melakukan kegiatan tersebut dengan prinsip non diskriminasi, trasparan, memberikan perlindungan atas kerahasian bisnis, menghindari kelambatan pemeriksaan yang tidak perlu, menggunakan tata cara yang telah disepakati dalam melakukan verifikasi harga dan lain-lain.
Dalam hal terjadinya sengketa, terdapat tiga instansi yang menangani pengaduan yaitu :
  • Appeals procedures yaitu menetapkan satu atau beberapa orang pejabat yang ditunjuk dalam setiap kantor pemeriksa disetiap kota atau pelabuhan dimana kantor PSI berada dan bekerja khusus untuk melayani pengaduan dan berwewenang penuh untuk membuat keputusan secara cepat;
  • Independent review mechanism yaitu suatu prosedur yang disepakati para anggota dan dilaksanakan oleh Independent Review Body (IRD) bekerja sama dengan asosiasi PSI yaitu International Federation of Inspection Agency (IFFIA) dan,
  • International Chamber of Commerce (ICC).

PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG OLEH WTO
Prosedur penyelesaian sengketa dagang dalam WTO diatur dalam artikel XXII dan XXIII GATT 1994 dan Understanding on Rules and Procedures Governing the Settlement of  Disputs (DSU). (Article XXII dan XXIII GATT 1994 dan Artikel 4 DCU).
Tergugat dalam tempo 10 hari (kecuali disepakati lain) harus menyampaikan jawaban atas permintaan tersebut. Jika dalam 10 hari tidak ada jawaban atau tidak melakukan konsultasi dalam jangka waktu 30 hari, pihak penggugat dapat meminta DSB  untuk dibentuk panel (Artikel 4.3 DSU).Disamping prosedur resmi, Dirjen WTO/GATT berdasarkan kapasitas sebagai pejabat tinggi WTO dapat menawarkan perdamaian kepada kedua belah pihak yang bersengketa.
Panel dibentuk oleh DSB atas dasar permintaan salah satu pihak yang bersengketa dan biasanya oleh pihak penggugat. Tim panel berfungsi membantu DSB untuk menganalisa, menilai dan membuat penafsiran terhadap persetujuan GATT-WTO dan mebuat rekomendasi dalam waktu 6 bulan dan dalam waktu 60 hari DSB akan melakukan pengesahan laporan tersebut. Pihak yang kalah dapat mengajukan banding (appeal) dan tiga orang hakim akan ditetapkan untuk menangani kasus tersebut. Keputusan badan banding ini dapat berisi penolakan atau merubah laporan panel dan membuat laporan tersendiri atau mengukuhkan laporan panel. Apabila panel dan banding menyimpulkan bahwa tindakan yang diambil oleh pihak tergugat bertentangan dengan persetujuan (GATT-WTO), maka rekomendasi panel dan banding akan meminta agar negara yang kalah segera menyesuaikan (adjusment) kebijakan perdagangannya dengan ketentuan-ketentuan WTO.

Laporan panel dan badan banding baru mempunyai kekuatan hukum yang tetap (legally binding) setelah disahkan dalam sidang DSB. Tujuan dari sistim penyelesaian sengketa WTO adalah agar semua anggota WTO mematuhi komitment yang telah ditandatangani dan diratifikasinya.
Dalam DSU-WTO diatur bahwa apabila rekomendasi dan keputusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (legally binding) tidak dilaksanakan sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan maka negara tergugat (negara yang kalah) akan diminta untuk memberikan kompensasi (ganti rugi). Segera setelah DSB mensahkan laporan panel atau banding, negara yang kalah harus membuat laporan tentang pelaksanaan keputusan DSB tersebut dan bila diperlukan dengan bantuan juri (arbitrator) sebagai pengawas. Di dalam DSU juga diatur mengenai cross retaliation apabila pihak yang kalah tidak melaksanakan keputusan DSB yang telah mensahkan keputusan appellate body.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar